Minggu, 22 November 2020

“Kehidupan Tidak Hanya Keinginan, Tetapi Tergantung Proses dalam Menjalaninya”

Narasumber: Mutiara Aisyah Husna (lebih dikenal dengan sebutan aisy) dan berumur 15 tahun.

Alamat: Kampung Tangah, Kecamatan Nan Sabaris (Sabtu, 21/11/2020) pukul 15:40 WIB hingga pukul 16: 03.

Berita Human Interest

Perkenalkan saya adalah Mutiara Aisyah Husna. Saya hanyalah seorang wanita biasa yang mencoba untuk hal yang belum pernah terlintas dalam pikiran saya. Yaahhh, begitulah saya. Setiap kita pasti mempunyai impian, cita-cita dan harapan. Harapan yang tersembunyi dari relung hati dan jiwa kita akan menimbulkan dorongan untuk melakukan suatu perubahan.  

Mengenai masalah kehidupan, orang banyak berkata bahwasannya “ Kehidupan Tanpa Cita – Cita adalah Suatu Hal yang Hampa” dan “ Kehancuran Manusia yang paling berat adalah Hilangnya Semangat Hidup karena tidak memiliki Cita-Cita untuk Diraih “. Jujur, sebelumnya saya tidak pernah terpikir tentang cita-cita saya sedikitpun. Bahkan setitik harapan maupun impian tidak terlintas dalam pikiran saya saat itu.

Berawal ketika saya pertama kali masuk ke Sekolah Dasar ( SD ), saya dulunya tidak tahu mau melakukan apa saat di dalam kelas tersebut,  karena saya  belum ada niat untuk sekolah saat itu. Namun karena dorongan dan motivasi setiap hari yang diberikan orang tua kepada saya, saya pun terpaksa harus menuruti perkataan orang tua saya. Walaupun demikian, pantang bagi saya untuk tidak menuruti perintah orang tua saya. Meskipun ayah saya bukan seorang Ustadz, Kyai bahkan Ulama. sebagai kepala keluarga, ayah saya selalu mengingatkan saya dan juga saudara saya untuk selalu mentaati orang tua, karena ridho orang tua adalah Ridho Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Saya memiliki 4 saudara, yaitu 2 laki-laki dan 2 perempuan. Saya merupakan anak bungsu dari 4 bersaudara tersebut. Abang saya yang pertama sudah melanjutkan pendidikan S2 nya di Kairo, kakak nomor dua sedang mengurus skripsi kuliahnya di Universitas Andalas, dan abang yang ketiga sedang melanjutkan pendidikannya di Pesantren Subulus Salam. Sedangkan saya sendiri sekarang baru duduk di bangku kelas IX Sekolah Menengah Pertama.

Mungkin teman-teman  mengira bahwasannya orang tua saya sangat kaya raya bukan.?? Jawabannya Tidak. Salah satu faktor saya dahulu tidak berkeinginan untuk sekolah adalah masalah ekonomi ini. Walaupun keadaan kami seperti ini, orang tua saya tidak pernah mengeluh dan putus asa bahkan pantang bagi orang tua saya menyerah begitu saja. Orang tua saya selalu yakin bahwa dibalik semua kesulitan pasti ada kemudahan. Karena itulah, saya sangat bangga dengan kedua orang tua saya yang sangat rela berkorban bahkan rela menguras  banyak tenaga secara fisik demi anak-anaknya. Melihat kondisi keluarga yang sangat minim,membuat orang tua saya rela meminjam uang kesana kemari, membantu berladang , memanen bahkan mencuci pakaian orang hanya untuk mencari uang agar  saya dan saudara saya semuanya bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi seperti orang lain. Bahkan saya dan saudara saya tidak tahu selama ini mereka berjuang mati-matian demi kami.

Penyesalan yang sangat besar bagi kami saat itu adalah ketika saya dan saudara saya mengetahui dari  salah seorang tetangga yang  menyampaikan secara langsung kepada kami bahwa orang tua saya selama ini rela tidak makan dan minum sampai mereka jatuh sakit. Bahkan orang tua saya berpesan kepada setiap orang yang mereka pinjam uang, berladang dan memanen untuk tidak memberi tahukan masalah ini kepada kami, orang tua saya lebih suka menyimpan rasa sakit itu sendiri tanpa sepengetahuan kami. Yang bodoh nya saya dan saudara saya saat itu  tidak menyadari perubahan orang tua saya sendiri yang semakin kurus dan kulitnya yang mulai hitam karena terkena sinaran matahari setiap hari.

Semenjak kejadian itu, saya selalu berusaha untuk menemukan jati diri saya pribadi. Setelah saya memiliki pemikiran dan pemahaman yang meluas yang dibantu oleh saudara saya. saya mulai merancang suatu impian dan sebuah harapan untuk masa atau istilah ngetren saat ini  adalah zaman yang akan saya jalani selanjutnya. Awalnya ketika saya berkeliling-keliling lingkungan sekitar, saya melihat seorang perempuan yang membantu seorang nenek untuk menyebrangi jalan. Disaat itu, terlintas dalam pikiran saya bahwa saya memilih cita-cita menjadi seorang penyelamat dan penolong seperti wanita tersebut. Saya pun menyampaikan kepada semua keluarga saya bahwasannya saya bercita-cita menjadi penyelamat alias pahlawan untuk masyarakat yang membutuhkan pertolongan darurat. Tetapi, semua keluarga saya malah tertawa terbahak-bahak setelah mendengar penuturan saya tentang cita-cita. Hal itu membuat saya menjadi bingung dan mulai mempertanyakan alasan kenapa mereka semua tertawa? Lalu Ayah saya menjawab,” Itu bukanlah cita-cita nak, melainkan suatu kewajiban bagi kita untuk menolong setiap orang yang sedang memerlukan pertolongan.” Tutur Ayah Aisy, Pak Imran menjelaskan.

Disaat itu, saya hanya bisa diam saja menahan malu. Di lain hari, saya pun masih selalu memikirkan apa impian dan cita-cita saya nantinya setelah sukses. Tapi saya selalu saja gagal untuk menemukan sebuah impian.

Demikianlah perjalanan hidup Aisy yang dipenuhi kebimbangan. Tidak hanya dirinya saja, tiap orang juga merasakan posisi yang sama. Faktor pendukung seperti motivasi dan dukungan dari lingkungan sekitar juga sangat berpengaruh. Beraneka ragam sisi kehidupan tidak dipunguti oleh keinginan yang diramalkan, tidak tergantung dengan keterbatasan serta menimbulkan kejenuhan. Oleh sebab itu, ambillah pelajaran dari berbagai kisah hidup seseorang sebagai panutan kita dan tinggalkan suatu kekurangan seseorang sebagai pendamping uji asah mental untuk tetap mau berproses.

NB: Untuk memenuhi tugas Ujian Tengah Semester mata kuliah Jurnalisme Online oleh Jamiatul Maharani 1830303015 dengan dosen pengampu Oktri Permata Lani, S. I. Kom., M. I. Kom

Senin, 16 November 2020

UTS Produksi Berita

 

Tingkat Kebosanan Mahasiswa selama Daring Meningkat, Kuliah Daring Malah kobarkan Kerinduan Aktivitas Kuliah Seperti Semula

Oleh: Jamiatul Maharani 1830303015

Berawal bulan maret 2020, dikabarkan oleh pihak kampus bahwa seluruh Mahasiswa IAIN Batusangkar akan melakukan kuliah daring dalam jangka beberapa bulan saja. Nyatanya sampai detik ini perkuliahan masih berlanjut dengan jarak jauh yang mengharuskan kegiatan belajar dipindah alihkan ke rumah masing-masing. Dengan alasan informasi tersebut diberikan bertujuan untuk dapat mengurangi dampak yang akan ditimbulkan oleh kedatangan virus yang mematikan ini, Covid-19.

Perkuliahan daring yang berlarut waktu ini kian menimbulkan kenangan kembali suasana lingkungan perkuliahan secara face to face, baik antara dosen dengan mahasiswa maupun mahasiswa antar mahasiswa. Seluk beluk suasana perkuliahan sangat diharapkan kembali oleh setiap mahasiswa Iain Batusangkar.

Selama kuliah online berlangsung, semangat dan proses pengajaran kurang terkontrol dan tidak memadai. Mahasiswa hanya dilingkupi oleh tugas tiap harinya maupun kegiatan praktek diluar. Adakalanya mahasiswa yang kurang mampu, dengan perumahan yang jauh dari jaringan serta fasilitas seperti laptop maupun gedget belum bisa terpenuhi. Sehingga mereka pergi untuk meminjam ke warga lainnya secara bergantian, walaupun nyatanya mereka terpaksa tidak hadir dalam perkuliahan online ini jikalau tidak bisa memiliki fasilitas tersebut. Sehingga muncullah harapan kecil bagi mereka untuk perkuliahan kembali secara tatap muka dengan langsung.

Bahkan efek lainnya kuliah daring ini, berkurangnya pengetahuan dasar dalam memahami materi yang diberikan, tanpa diberitahu dahulu penjelasan materi yang akan dibuat tugas nantinya. Hingga ada sebagian mahasiswa yang mulai sakit mata akibat bergelut dengan dunia laptop dan gedjet saja selama perkuliahan.

“Jikalau memang perkuliahan terus daring seperti ini, harusnya dosen juga tidak terlalu memaksakan mahasiswanya membuat tugas tiap harinya, apalagi jangka waktu pengumpulannya berdominan sangat tipis, sehingga sulit bagi saya untuk mengirim tugas disebabkan tempat tinggal saya yang dikelilingi pepohonan dengan lebat. Minta bantuan teman untuk mengirimkanpun kadang bisa kadang tidak. Saya merasa sangat kesulitan ketika kuliah menggunakan aplikasi zoom atau meet kamera vidio harus hidup. Saya bingung bagaimana, sinyal hilang timbul, paket yang kurang,” ujar Yulita Adilah, Mahasiswa IAIN Batusangkar jurusan Akutansi Syari’ah,  melalui via chat online (16/11)

“Mengenai masalah tugas, sistem perkuliahannya sangat berbeda dari sebelumnya. Dulu saya bisa bertanya secara langsung dengan dosen jikalau saya kurang paham, saya juga bisa bertanya dengan teman-teman, membuat tugas secara bareng-bareng lagi saat ini tidak saya rasakan. Yang bodoh tetap aja seperti itu. Jika tidak mengirimkan tugas maka absen tidak hadir, padahal saya kurang paham cara membuat tugasnya. Dengan enak jidat dosen berkata pengumpulan tugas sampai hari ini, minggu besok dan sebagainya. Saya sangat geram melihat kondisi kuliah daring ini. Menurut saya bertemu secara langsung itulah lebih menyenangkan daripada via daring.” Ungkap Fajar Ardiansyah tak kalah ngegas.

Sebenarnya perkuliahan daring maupun langsung itu bisa berjalan lancar, jikalau diantara kita saling membantu teman yang lagi kesusahan sinyal. Bermacam aplikasi juga bisa membantu mahasiswa memahami materi yang diberikan. Dosen juga memiliki hak dalam bertindak demikian. Maka mahasiswa selama daring ini dituntut mandiri, seolah-olah mereka sedang melakukan penelitian saja. Dalam meneliti setiap peneliti pasti bekerja keras sendiri untuk mendapat hasil yang maksimal bagaiamanapun caranya. Kerinduan untuk belajar seperti semula juga bukan hanya harapan mahasiswa saja, dosenpun merasa demikian. Perkuliahan enjoy, santai, diskusi lepas dan semangat, semua ikut berpartisipasi. Hal tersebut wajar dirasakan oleh siapapun saat ini.

“Tetap sabar dan berdoa, jalani saja aturan yang diberikan oleh pihak kampus. Tidak semua dosen memaksa mahasiswanya mengirim tugas dengan waktu singkat, pasti ada juga toleransi yang akan diberikan. Mungkin tingkat kebosanan inilah yang menghadirkan sifat menyalahkan antara dosen dan mahasiswanya, serta kurangnya komunikasi yang efektif. Maka mahasiswa sangat diharapkan sekali tetap berpartisipasi dalam kuliah daring ini, kondisikan dengan sebaik mungkin, jika tidak kita akan rugi,” Pungkas Amri Effendi selaku salah satu  Dosen Pengampu perkuliahan IAIN Batusangkar.

NB: UTS Mata Kuliah Produksi Berita Media Cetak, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam/ Jurnalistik FUAD IAIN Batusangkar yang diampu oleh Ibuk Oktri Permata Lani, S. I. Kom., M. I. Kom.

Diri yang Terlupakan

  Keluarga adalah penyambung, pendengar keluh kesah, derita, kebahagian dan tempat pencurahan segala kekeliruan. Saya bernama Jamiatul Mahar...