Narasumber: Mutiara Aisyah Husna (lebih dikenal dengan sebutan aisy) dan berumur 15 tahun.
Alamat: Kampung Tangah, Kecamatan Nan Sabaris (Sabtu, 21/11/2020)
pukul 15:40 WIB hingga pukul 16: 03.
Perkenalkan saya adalah Mutiara Aisyah Husna. Saya hanyalah seorang
wanita biasa yang mencoba untuk hal yang belum pernah terlintas dalam pikiran
saya. Yaahhh, begitulah saya. Setiap kita pasti mempunyai impian, cita-cita dan
harapan. Harapan yang tersembunyi dari relung hati dan jiwa kita akan
menimbulkan dorongan untuk melakukan suatu perubahan.
Mengenai masalah kehidupan, orang banyak berkata bahwasannya “
Kehidupan Tanpa Cita – Cita adalah Suatu Hal yang Hampa” dan “ Kehancuran
Manusia yang paling berat adalah Hilangnya Semangat Hidup karena tidak memiliki
Cita-Cita untuk Diraih “. Jujur, sebelumnya saya tidak pernah terpikir tentang
cita-cita saya sedikitpun. Bahkan setitik harapan maupun impian tidak terlintas
dalam pikiran saya saat itu.
Berawal ketika saya pertama kali masuk ke Sekolah Dasar ( SD ),
saya dulunya tidak tahu mau melakukan apa saat di dalam kelas tersebut, karena saya
belum ada niat untuk sekolah saat itu. Namun karena dorongan dan
motivasi setiap hari yang diberikan orang tua kepada saya, saya pun terpaksa
harus menuruti perkataan orang tua saya. Walaupun demikian, pantang bagi saya
untuk tidak menuruti perintah orang tua saya. Meskipun ayah saya bukan seorang
Ustadz, Kyai bahkan Ulama. sebagai kepala keluarga, ayah saya selalu
mengingatkan saya dan juga saudara saya untuk selalu mentaati orang tua, karena
ridho orang tua adalah Ridho Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Saya memiliki 4 saudara, yaitu 2 laki-laki dan 2 perempuan. Saya
merupakan anak bungsu dari 4 bersaudara tersebut. Abang saya yang pertama sudah
melanjutkan pendidikan S2 nya di Kairo, kakak nomor dua sedang mengurus skripsi
kuliahnya di Universitas Andalas, dan abang yang ketiga sedang melanjutkan pendidikannya
di Pesantren Subulus Salam. Sedangkan saya sendiri sekarang baru duduk di
bangku kelas IX Sekolah Menengah Pertama.
Mungkin teman-teman mengira
bahwasannya orang tua saya sangat kaya raya bukan.?? Jawabannya Tidak. Salah
satu faktor saya dahulu tidak berkeinginan untuk sekolah adalah masalah ekonomi
ini. Walaupun keadaan kami seperti ini, orang tua saya tidak pernah mengeluh
dan putus asa bahkan pantang bagi orang tua saya menyerah begitu saja. Orang
tua saya selalu yakin bahwa dibalik semua kesulitan pasti ada kemudahan. Karena
itulah, saya sangat bangga dengan kedua orang tua saya yang sangat rela
berkorban bahkan rela menguras banyak tenaga
secara fisik demi anak-anaknya. Melihat kondisi keluarga yang sangat
minim,membuat orang tua saya rela meminjam uang kesana kemari, membantu
berladang , memanen bahkan mencuci pakaian orang hanya untuk mencari uang
agar saya dan saudara saya semuanya bisa
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi seperti orang lain. Bahkan
saya dan saudara saya tidak tahu selama ini mereka berjuang mati-matian demi
kami.
Penyesalan yang sangat besar bagi kami saat itu adalah ketika saya
dan saudara saya mengetahui dari salah
seorang tetangga yang menyampaikan
secara langsung kepada kami bahwa orang tua saya selama ini rela tidak makan
dan minum sampai mereka jatuh sakit. Bahkan orang tua saya berpesan kepada
setiap orang yang mereka pinjam uang, berladang dan memanen untuk tidak memberi
tahukan masalah ini kepada kami, orang tua saya lebih suka menyimpan rasa sakit
itu sendiri tanpa sepengetahuan kami. Yang bodoh nya saya dan saudara saya saat
itu tidak menyadari perubahan orang tua
saya sendiri yang semakin kurus dan kulitnya yang mulai hitam karena terkena
sinaran matahari setiap hari.
Semenjak kejadian itu, saya selalu berusaha untuk menemukan jati
diri saya pribadi. Setelah saya memiliki pemikiran dan pemahaman yang meluas
yang dibantu oleh saudara saya. saya mulai merancang suatu impian dan sebuah
harapan untuk masa atau istilah ngetren saat ini adalah zaman yang akan saya jalani
selanjutnya. Awalnya ketika saya berkeliling-keliling lingkungan sekitar, saya
melihat seorang perempuan yang membantu seorang nenek untuk menyebrangi jalan.
Disaat itu, terlintas dalam pikiran saya bahwa saya memilih cita-cita menjadi
seorang penyelamat dan penolong seperti wanita tersebut. Saya pun menyampaikan
kepada semua keluarga saya bahwasannya saya bercita-cita menjadi penyelamat
alias pahlawan untuk masyarakat yang membutuhkan pertolongan darurat. Tetapi,
semua keluarga saya malah tertawa terbahak-bahak setelah mendengar penuturan
saya tentang cita-cita. Hal itu membuat saya menjadi bingung dan mulai
mempertanyakan alasan kenapa mereka semua tertawa? Lalu Ayah saya menjawab,”
Itu bukanlah cita-cita nak, melainkan suatu kewajiban bagi kita untuk menolong
setiap orang yang sedang memerlukan pertolongan.” Tutur Ayah Aisy, Pak Imran
menjelaskan.
Disaat itu, saya hanya bisa diam saja menahan malu. Di lain hari,
saya pun masih selalu memikirkan apa impian dan cita-cita saya nantinya setelah
sukses. Tapi saya selalu saja gagal untuk menemukan sebuah impian.
Demikianlah perjalanan hidup Aisy yang dipenuhi kebimbangan. Tidak hanya
dirinya saja, tiap orang juga merasakan posisi yang sama. Faktor pendukung
seperti motivasi dan dukungan dari lingkungan sekitar juga sangat berpengaruh. Beraneka
ragam sisi kehidupan tidak dipunguti oleh keinginan yang diramalkan, tidak
tergantung dengan keterbatasan serta menimbulkan kejenuhan. Oleh sebab itu,
ambillah pelajaran dari berbagai kisah hidup seseorang sebagai panutan kita dan
tinggalkan suatu kekurangan seseorang sebagai pendamping uji asah mental untuk
tetap mau berproses.