Senin, 15 Maret 2021

Diri yang Terlupakan

 

Keluarga adalah penyambung, pendengar keluh kesah, derita, kebahagian dan tempat pencurahan segala kekeliruan. Saya bernama Jamiatul Maharani, memiliki saudara bertiga, dan saya anak nomor dua dalam keluarga. Pengalaman hidup saya mungkin sangat berbeda dengan teman-teman diluar sana.

Kami dari empat bersaudara, hanya saya yang memiliki sifat dan kepribadian berbeda. Waktu kecil saya dikenal dengan seorang wanita separuh laki-laki, sebab keseharian saya berpakaian ala laki-laki, gaya rambut pendek, bahkan setiap perhiasan yang dipakaikan ke diri saya cepat sekali hilang dan tidak bertahan lama. Dikeluarga saya juga dikenal anak yang sangat pelawan pada orang tua. Saya lebih suka mencari kesenangan hidup saya sendiri dari pada mendengarkan kata orang termasuk orang tua. Ketika saya Sekolah Dasar 2 Tahun di Pekan baru, Kabupaten Palalawan, saya hanya dikelilingi oleh teman laki-laki. Pergi pagi sekolah pulang pukul 17:00 WIB tiap hari. Yang sebenarnya jadwal pulang sekolah kelas 1 dan 2 SD itu sekitar jam 12 sudah pulang. Nah saya tidak.

Kenakalan saya sangat dihafal betul oleh orang tua saya. Mereka tidak akan pernah jera memberikan hukuman agar saya jera. Dalam hal ini, hukuman sedang seperti di kasih cabe rawit, di pukul tali pinggang (tidak terlalu keras) akibat ulah saya sendiri. Saya tidak marah akan hal itu, malahan itu wajar saya mendapatkannya.

Nah, ketika saya beranjak naik ke jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama, saya harus menjalani yang namanya tes membaca Al-Qur’an dan Shalat. Ketika itu saya sama belum terbilang lancar, hingga akhirnya saya dimasukin di TPA/TPSA, yaitu tempat belajar mengaji yang dibimbing langsung oleh guru ngajinya. Wah wah, disana aku merasa orang yang terkutuk. Tidak ingat akan umur, anak kecil dibawah saya ternyata sangat lancar membaca yang menjadikan saya malu sebalik pinggang.

Namun itu belum mematahkan semangat saya untuk berani mencoba terus belajar membaca iqra’ baru ke juz ‘amma dan baru bisa nyambung ke Al-qur’an. Ketika saya sudah bisa lancar membaca Al-Qur’an, saya dicalonkan untuk mengikuti lomba-lomba mengaji antar TPA, lalu antar kecamatan hingga bisa mengikuti tingkat provinsi dengan berbeda cabang. Biasanya Tartil, kadang Tilawah dan Kadang Pidato Musabaqah Syarhil Qur’an.

Lalu selama 2 tahun di jenjang pendidikan SMP, saya merasakan ada perbedaan dalam diri saya. Saya seperti dikelilingi oleh orang-orang gaib dan ternyata memang saya bisa melihatnya. Awalnya saya tidak percaya, sampai ketika di Madrasah Aliyah, saya pernah kerasukan. Orang-orang menjadi jauh dan takut dengan saya. Saya sendiri juga merasakan ketidak enakan hidup atau melihat hal-hal yang sama sekali tidak saya inginkan.

Keluarga, sanak saudara, guru ngaji dan yang lainnya selalu memberikan saya kode untuk tetap semangat menjalani. Mereka bilang anggap hal tersebut sebagai suatu keistimewaan dalam diri kita, tapi jangan sampai menimbulkan bencana dan bahaya untuk diri. Pesan itu selalu terngiang dan teringat selalu.

Jadi, pengalaman sebenarnya masih banyak yang tidak bisa dicerikan. Intinya adalah, tidak semua orang bisa memahami kita. Maka jangan lupa untuk bercermin dan intropeksi kembali diri kita. Tanyakan pada diri kita tersebut. Serta pikirkanlah secara matang sebelum kamu ingin berucap. Sebab orang hanya menilai kita dari sisi luar pola sikap kita saja, dan hanya langsung tampak di mata saja, tanpa menanyakan terlebih dahulu apahal yang sebenarnya terjadi.

Penilaian orang akan lebih membunuh pikiran dan batin manusia. Dan hal tersebut akan selalu terekam dalam benak manusia. Maka sifat asli manusia hanya bisa menilai dan menyalahkan, tetapi tidak mau mengintropeksi akan kesalahan dalam dirinya. Oleh sebab itu, pengalaman kesusahan, kebahagian, hanya kamu yang menjalani. Ingat! Banyak orang disana yang lebih susah dan menderita darimu, tetapi mereka tetap tegar. Sedangkan dirimu masih menyia-nyiakan suatu hal yang seharusnya bisa dipertahankan untuk tetap tegar.

Semua yang saya sampaikan ini, adalah kisah yang benar-benar terjadi dalam hidup saya. Saya sampai sempat berpikiran mencampuri urusan orang. Serta membanding-bandingkan saya dengan orang lain. Maka saya belajar mengubah pola pikir dan manajemen hidup saya. Lingkungan akan membawa perubahan dalam hidup, jika kita tidak berpandai-pandai untuk memilahnya. Maka hati-hati. Ambil keputusan itu selesaikan dengan kepala dingin, dan jangan langsung mengebrak. (JM)


Wanita adalah Kunci Peradaban

 

Wanita mampu mengukir dunia dengan cara pelayanan dan tanggung jawabnya. Wanita yang terhormat tak pernah memandang bahwa ia berhenti disaat gelombang menghantam dirinya. Wanita sebagai pengokoh, wanita sebagai penyejuk dalam menghilangkan dahaga keserakahan, kenaifan, dan keegoisan. Kemulian seorang wanita tidak dapat digambarkan dengan apapun. Bahkan sejarah dunia pun belum tentu bisa mengukir sejarah bagaimana kemuliaan dan kesederhanaan seorang wanita.

Diiming-imingi dengan hal dunia, wanita mau menaruhkan posisinya ke hal yang rendah dan tidak bermartabat. Ia malah menjadikan harga dirinya sebagai pertontonan dunia maya dan hanya sebagai pemuas nafsu semata. Pilu, itulah yang terjadi melihat kondisi wanita saat ini. Padahal wanita sangat terpandang dan berkedudukan mulia. Dari Abdullah bin Amr, Rasulullah SAW bersabda: “Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita yang shalihah.” (HR. Muslim).

Begitu indah dan istimewa Allah menjadikan kedudukan wanita. Sehingga Allah mengkhususkan satu surah dalam Al-qur’an yang mengkaji dan membahas seluk beluk tentang wanita, yaitu dalam Qs. An-Nisa’.

Wanita yang terkenal dengan kebaikan akhlaknya, kemurniaan harga dirinya yang dikenal sebagai perhiasan dunia. Wanita yang sangat sulit untuk diperjuangkan dan mengemban amanah saat ingin menghalalkannya. Sekarang menjadi miris dan pilu. Wanita yang dikenal sebagai pondasi maupun kunci dari peradaban. Sekarang posisi wanita serba salah, harga diri kehormatannya menjadi taruhannya, ucapannya di cemoohkan dan tidak dihormati, bahkan yang lebih menyedihkan lagi wanita rela menjual diri demi keuntungan dunia saja. Na’udzubillah.

Dr. Abdul Qadir Syaibah berkata,”Begitulah kemudian dalam undang-undang Islam, wanita dihormati, tidak boleh diwariskan, tidak halal ditahan dengan paksa. Kaum laki-laki diperintah untuk berbuat baik kepada mereka, serta dituntut untuk memperlakukan mereka dengan ma’ruf dan sabar dengan akhlak mereka.” (Huquq al Mar’ah fi al Islam: 10-11).

Dengan Allah menjadikan wanita itu terkhusus dan istimewa, maka jaga dan pertahankanlah kehormatan dimanapun dan kapanpun berada. Menjadi perhiasan dunia merupakan incaran. Wanita terkenal dengan keanggunan akhlak kepribadiannya, yang mana ketika dipandang ia dapat menyejukkan dan menentramkan jiwa. Segala hal yang berwujud dari seorang wanita ialah kedudukannya tidak akan pernah dapat ditukar maupun digantikan oleh apapun.

Tantangannnya adalah nyawa. Siapapun tidak akan bisa menanggung beban berat seorang wanita. Maka pria sangat bertugas sebagai imam, yang Allah amanahkan untuk tetap menjaga, membimbing, melindungi serta bertanggung jawab penuh terhadap martabatnya. Wanita seperti kaca yang mudah pecah. Ketika dia retak dan pecah, ia bisa menjadi berbahaya dan berbisa. Namun disaat pria memuliakannya, maka wanita adalah penyambung keberkahan dunia. Sebagaimana dalam ungkapan yang berbunyi.”Wanita adalah tiang negara, apabila wanita itu baik maka negara akan baik, sebaliknya Apabila wanita itu rusak maka negara akan rusak pula”.

Dengan hal demikian, ungkapan diatas menjabarkan karakter seorang wanita itu sangat bernilai dan pembawa perubahan. Mulai detik ini, niat dan tekadkan hati untuk kembali berproses menuju cemerlang (cermat, merendah, lugas, dan penyayang). Pahamilah kembali hakikat wanita sebenarnya, jangan sia-siakan kehormatan dan kemuliaan yang Allah berikan pada posisi wanita menjadi tersisih hilang ditelan bumi. Bangkitlah kembali wanita penegak peradaban. Jadikanlah fenomena-fenomena yang merusak martabat seorang wanita kembali mengukirkan sejarah. Ingat! Wanita itu sangat berharga dan tidak ternilai, jangan jadikan ia tidak berharga, sebab jika wanita tidak bisa mengontrol dan mengingat diri, maka generasi berikutnya juga akan demikian. (JM)

Senin, 25 Januari 2021

Keluarga Adalah Kenyamanan Yang Hakiki

Keluarga adalah tempat permulaan manusia dititipkan serta di didik menjadi generasi yang kreatif, bermodalkan iman agama, berakhlak dan berjiwa tenang.


Keluarga merupakan tulang punggung kehidupan masa dunia, yang dilandasi dengan tanggung jawab dan amanah penuh. Satu orang yang bersikeras berontak, semua keluarga merasakan kehancuran. Satu orang yang andil membela kejujuran, semua keluarga tertutupi keaiban yang telah diperbuat.

Anak menjadi faktor penentu tegaknya suatu keluarga. Jika benteng keluarga (Ayah/ibu) tidak lihai dalam mendidik. Faktor yang menjadi keluarga akan hancur bisa dipengaruhi dengan hal kecil dengan salah didikan. 

Tidak semua anak yang mendapatkan pendidikan dari orang tua mereka. Bisa jadi lingkungan mereka yang menjadikan ia terdidik. Ada juga anak yang terdidik oleh keluarganya, malah melenceng dari harapan. Sama halnya dengan sesuatu yang dipikirkan belum tentu benar, tetapi jika hati yang berinsting dan otak sebagai penelaah. Maka bisa jadi itu kebenaran nya.. Hanya saja, jarang kita temui orang yang memiliki masalah tidak mengembalikan dan bertanya kepada hatinya.

Kenyamanan suatu keluarga adalah ketika mereka tidak hanya mendidik dan membimbing serta membina solidaritas hidup anak, anak akan condong dan sangat berantusias untuk berbenah. Posisinya adalah jika orangtua mengajari saja tetapi perilaku tidak sesuai itu sama saja hal kosong. Berbeda dengan cara orangtua mengajari dan mendidik anaknya dengan selalu menyesuaikan antara ucapan dan perbuatan.

Jadi, keluarga adalah amanah terindah, terasanya kehilangan ketika kita memang berbeda tempat. Waktulah yang memisahkan untuk sementara. Tetapi kearakraban hati bathin keluarga dengan anak adalah suatu ikatan yang tidak akan pernah terputus walaupun banyak rintangan yang memisahkan.

Tidak Selamanya Posisi Itu Selalu Menjadi Yang Teratas

     


  Setiap hari, waktu terasa begitu cepat berlalu. Manusia masih bersikukuh kan diri berkhayal untuk masa depan yang cerah dan damai. Perubahan sedikit demi sedikit mulai menghiasa celah kehidupan.

  Zaman dahulu, kendaraan orang hanya bermodalkan berjalan kaki. Bertukar zaman beralih menggunakan kuda yang diberikan becak sebagai tempat agar bisa duduk. Terus berlanjut hingga menggunakan sepeda, diakhiri zaman sekarang menggunakan sepeda motor dan mobil dengan berbagai macam jenis bentuk.

       Tidak ada yang bisa membayangkan proses demi proses yang terjadi. Manusia hanya bisa menggunakan dan membelinya saja. Bergelimpangan harta menjadikan hidup mereka dengki dan sombong. 

         Pepatah mengatakan tidak selamanya orang yang berada di atas tetap di atas, tetapi mereka akan berputar seiring berjalannya waktu. Bisa jadi orang yang bersusah payah tanpa ngenal lelah dan bahaya, serta tetap istiqamah dengan ikhtiar dan niat baiknya. Mereka dengan mudah mendapatkan hal yang sama. Hanya saja, belum tentu setiap hari senang dan hidup bahagia jika bergelimang harta. Namun orang yang hidup sederhana akan merasa sangat bahagia.

    Oleh sebab itu, perputaran waktu hanya sekejap mata. Selintas memandang, sebening debu yang dihembuskan. Hilang dan sangat jarang timbul kembali. Jangan sia-siakan pengetahuan kita terhadap kecanggihan zaman. Tetap manfaatkan selagi kita mampu membudayakannya.

Pantang Mundur, Sebagian Orang Tua Tetap Bersikeras Belajar Mengaji

  Parit malintang- Jum'at barokah menghiasa suasana mesjid Dinul Ma'ruf Pasa Sama, 22 Januari 2021. Tidak bosan menuntut ilmu, orangtua juga berbondong mengulang kaji dengan semangat penuh walaupun masih dalam masa pandemi.

Mesjid merupakan tempat beribadah, tempat mengadukan keluh kesah, dan tempat paling nyaman menenangkan jiwa. Alunan suara ayat-ayat Allah digemakan.

Ratman (47), salah seorang guru mengaji bagian Irama dan tajwid. Beliau mengatakan sangat jarang ditemui orang yang sudah tua mau menuntut ilmu belajar Alquran di mesjid. Sebab gengsi menjadi alasan kuat bagi mereka yang telah lanjut usia. "Masyaa Allah, walaupun agak terbata-bata saat membaca ayat, mereka tetap mendengarkan dan mengulang kembali bacaan ayat tersebut disertai dengan tajwid dan bacaan yang jelas", ujar Ratman disela proses mengajar.

Usia tidak menjadi pembatas dalam meraih ilmu sebagai bekal di akhirat kelak. Selagi sifat minder dan gengsi kita singkirkan, tidak ada halangan untuk tetap ikhtiar.

"Dulu tidak ada yang mengajarkan, cucu-cucu dan anak pun jarang yang shalat dan mengaji. Minta tolong untuk menyimak bacaan saja mereka tidak mau," pungkas Anita (62).

Minimnya pengetahuan agama disertai tidak adanya yang menjadi panutan sebagai contoh menjadikan keluarga sunyi senyap. Sebanyak apapun anak dan cucu kita, jikalau ilmu agama tidak ada dalam hatinya. Maka sama saja tidak berarti sama sekali kehidupan akhirat. Miris. Oleh sebab itu, mulailah seimbangi kehidupan dunia dan akhirat. Dunia menjadi ladang memupuk iman ibadah, akhirat peristirahatan selama-lamanya.


Jumat, 22 Januari 2021

Realita Diri Yang Tersembunyi


     Setiap manusia diciptakan Allah Subhanahu Wa Ta’ala lebih sempurna diantara makhluk lainnya. Manusia diberikan akal sebagai alat untuk mempertimbangkan kesalahan yang diperbuat dan menuntaskan kebenaran. Manusia juga dianugrahi nafsu. Setiap alunan dan gerakan yang dilakukan manusia selalu dikelilingi dengan akal dan nafsu. Nafsu ini diartikan hasrat atau keinginan yang harus tercapai. Jika tidak ada akal yang menyeimbangi maka manusia keluar dari hakikat diri manusianya.

   Nah, sekarang yang sering kita jumpai ditengah-tengah masyarakat ialah memaafkan orang lain tidak lebih mudah dari meminta maaf. Sebab, meminta maaf terkadang timbul rasa malu dan sungkan juga rasa beratnya hati untuk mengalah. Perjalanan kehidupan terkadang membawa diri terperosok dan jatuh dalam berbagai kesulitan. Melakukan segala kesalahan sangatlah mudah, mengakui kesalahan itu lebih berat.

   Realitanya, segala sifat dalam diri manusia timbul tanpa disadari seperti rasa kesal disaat orang tidak menghiraukan, rasa cemburu jika diri tidak diberikan perhatian dan kasih sayang, juga rasa egois yang hanya ingin dimiliki. Serta timbulnya sifat yang memang diri kita sendiri yang memulai seperti rasa sabar, yakni ketika kita dikucilkan dari orang lain, ketika kita diuji dengan kemarahan, ketika orang yang berbuat salah tapi kita yang memulai meminta maaf. Hal inilah yang terjadi pada generasi bangsa dan juga orangtua.

     Pendidikan dari awal yaitu keluarga sangatlah diharapkan dalam membentuk pola perilaku dan tingkah laku generasi. Pertikaian dan keributan akan selalu menyelimuti kehidupan sosial maupun rumah tangga. Hal-hal yang dianggap sepele seperti sifat-sifat yang dijelaskan malah membuat diri terjerumus ke dalam jurang yang telah kita buat.

Shalat adalah tiang agama, sabar adalah tiang hati, sifat diri adalah kunci tubuh, dan indra adalah penyatu raga dalam melakukan aktivitas.”

     Maksudnya adalah untuk melakukan persiapan dalam menata kehidupan dengan pola jernih dan tenang, lakukanlah ibadah (termasuk shalat yang lebih utama), benahi diri dengan sifat sabar dan rendah hati, netralkan sifat yang mengunci diri kita dalam berbuat, serta imbangilah dan cernalah melalui indra diri kita. Telaah satu persatu indra kita.

   Menahan lisan untuk tidak berkeluh kesah, menahan hati untuk tidak merasa marah dan menahan anggota badan untuk tidak mengekspresikan kemarahan. Maka pertikaian disebabkan kesalahpahaman tidak akan mengganggu tatanan hidup diri kita. Maka kenalilah diri kita sebaik mungkin, adapun orang yang mampu menilai secara tampak saja, tetapi tidak bisa mencerna apa yang kita rasa dan kita pikirkan. Dan berhentilah memedulikan apa yang orang lain pikirkan tentangmu.

     Ada dua cermin dalam hidup yang mesti dipatri. Cermin pertama untuk melihat diri sendiri, betapa banyak kekurangan dalam diri. Cermin kedua untu melihat orang lain, betapa banyak kebaikannya bukan memikirkan kesalahan orang. Kadang sampai lupa, karena terlalu terpaku pada anggapan bahwa diri harus sama dengan orang lain. Tidak mau kalah tentang pencapaian yang didapatkan oleh orang lain.

     Kamu tahu? Kita tidak sedang bersaing dengan siapapun. Kita juga tidak sedang dikalahkan atau mengalahkan. Maka, jika diperjalanan kehidupan ditemukan perbedaan-perbedaan, itu wajar dan biasa. Sebab Allah SWT berfirman dalam Qs. Al-Lail ayat 4: ”Bahwa sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda”. 

     Jadi bangunlah dari kelinglungan dalam diri kita. Hidup ini tidak perlu terburu-buru, nikmatilah prosesnya. Cukup mengakrabkan diri dengan melakukan apa yang dibisakan serta meniatkan setiap peran yang dijalani ini sebagai kesempatan untuk terus belajar dan mau berproses. 

Tips Menghilangkan Dilema Cinta


  Hati manusia saat ini sangat dilema dan digundahkan oleh perasaan cinta. Yang mana cinta ini suatu ketertarikan terhadap objek lain berupa pengorbanan diri, empati, perhatian, kasih sayang, saling membantu, menuruti perkataan, patuh dan mau melakukan apapun yang diinginkan terhadap gejolak emosi dihatinya. Tua dan muda ikut merasakan kehadiran cinta, cinta apakah itu? Yaitu cinta akan dunia. Khayalan yang hanya mendatangkan keinganan nafsu belaka tanpa mengetahui faedahnya apa serta dampak yang ditimbulkan juga apa. Sehingga wajar, kegundahan dan kegalauan merajalela saat hati dilanda kasmaran. Tetapi manusia lupa satu hal yang pasti terjamin selama-lamanya dan lebih mempedulikan kenaifan diri.

  Memang benar, kalau cinta itu murni apabila dihiasi dengan ikatan halal. Tetapi ada hal yang lebih murni jika cinta kita ini dilibatkan langsung dengan Allah subhanahu wa ta’ala. Bagaimanakah tips atau caranya?

Pertama, niatkan kepada diri kita bahwa kita ingin mendapatkan cinta dari Allah subhanahu wa ta’ala.

Kedua, perbaikilah bacaan Al-qur’an dan menyempatkan waktu membaca Al-qur’an dengan tadabbur (memahami terjemahannya) dan tartil (suara yang diindahkan saat membaca al-qur’an).

Ketiga, sempatkanlah lisan dan hati kita berdzikir dengan adab dan menghayati setiap bacaan yang dilafadzkan.

Keempat, dipertengahan malam bangunlah untuk melaksanakan shalat malam dengan hati dan anggota badan yang menunduk kepada Allah.

     Maka niscaya Allah lebih mencintai hambaNya yang selalu melibatkan dirinya kepada Allah, serta mengharapkan kasih sayangnya. Walaupun sebenarnya ia juga tahu, bahwa dirinya di dunia juga membutuhkan pasangan yang mau saling membenahi dan melengkapi setiap lobang kekurangan dalam diri.

 Adapun cara mempermudah kita dalam melakukan hal yang di atas tadi, maka:

a. hindarilah makan terlalu banyak dan terlalu kenyang.

b. usahakan menghindarkan diri dari orang-orang yang mengajak kita berbuat lalai.

c. ketika ingin beraktivitas, maka hindarilah melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat yang hanya membuang-buang waktu. Sebab waktu adalah pedang yang bisa membuat diri terlena dalam kegelapan. 

Diri yang Terlupakan

  Keluarga adalah penyambung, pendengar keluh kesah, derita, kebahagian dan tempat pencurahan segala kekeliruan. Saya bernama Jamiatul Mahar...